INDONESIANEWS.TV- JAKARTA: Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menyebut, sebanyak 92 persen calon kepala daerah (cakada) dibiayai cukong mengundang polemik di masyarakat.
Menurut Pakar Komunikasi Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga, pernyataan ini memang masih perlu diklarifikasi, karena Mahfud MD tidak menyebutkan asal sumber informasi tersebut.
“Namun, melihat dari posisinya sebagai Menko Polhukam, tentu pernyataan Mahfud itu diyakini berdasarkan bukti yang valid,” kata Jamiluddin kepada Jakartanews.id, Sabtu (12/9/2020).
Karena itu, lanjut Jamiluddin, pernyataan Mahfud MD tersebut tentu mengejutkan.
“Sebab, selama ini informasi seperti itu kerap bersiliweran namun karena tidak jelas sumbernya, maka hal itu hanya dinilai sebagai rumor,” ujar Dosen Metode Penelitian Komunikasi Universitas Esa Unggul ini.
Jamiluddin berpendapat, seandainya para cakada sudah dibiayai cukong pada saat tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada), maka akan sulit diperoleh kepala daerah yang independen.
“Penetapan kebijakan dan anggaran dengan sendirinya akan dipengaruhi para cukong,” jelasnya.
Jamiluddin menilai, sungguh mengerikan bila sebanyak 92 persen nantinya kepala daerah di Indonesia dalam mengambil kebijakan menguntungkan para cukong.
“Akibatnya kebijakan publik yang dilahirkan tidak lagi pro ke rakyat melainkan pro kepada cukong yang mendanai tadi,” ungkap Penulis Buku Riset Kehumasan ini.
Padahal, tutur Jamiluddin, sejak tahun 1998 Indonesia sudah sepakat menganut demokrasi.
“Karena itu, kebijakan publik yang dilahirkan seyogyanya pro ke rakyat,” imbuhnya.
Jamiluddin mengungkapkan, karena lebih pro ke cukong, maka semangat otonomi daerah menjadi sulit dipenuhi.
“Padahal melalui otonomi daerah diharapkan dapat memangkas birokrasi sehingga pelayanan kepada rakyat menjadi optimal,” tukasnya.
Tetapi, ujar Jamiluddin, karena pelayanan lebih ditujukan kepada para cukong, maka rakyat tidak mendapat pelayanan menjadi tidak semestinya.
Menurut Jamiluddin, hal itu juga akan berimplikasi pada kesejahteraan rakyat di daerah.
“Pundi-pundi kekayaan daerah tidak lagi sepenuhnya untuk rakyat, tapi sudah dibagi kepada para cukong,” ucapnya.
Jamiluddin mengingatkan, kalau hal itu terus berlanjut, tentu rakyat akan frustasi.
“Dampaknya partisipasi rakyat dalam pilkada akan menurun. Tentu hal ini tidak kita inginkan, karena dapat merusak kualitas demokrasi di Indonesia,” terangnya.
Karena itu, saran Jamiluddin, sudah saatnya pengawasan pilkada diperketat.
“Bagi cakada yang kedapatan mendapat dana dari cukong secara berlebihan, sudah seharusnya didiskualifikasi,” tegasnya.
Lebih lanjut Jamiluddin menambahkan, aturan yang terkait dengan pendanaan calon kepala daerah juga perlu diperketat.
“Tujuannya agar peran para cukong dapat diminimalkan. Ini tentu tugas KPU untuk menyusun aturannya,” pungkas mantan Evaluator Harian Umum Suara Pembaruan ini.
Sebelumnya seperti dilansir CNN Indonesia, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, hampir 92 persen cakada yang tersebar di seluruh Indonesia dibiayai oleh cukong.
Rata-rata, kata Mahfud, setelah terpilih para calon kepala daerah ini akan memberi timbal balik berupa kebijakan yang menguntungkan para cukong tersebut.
Sejak pilkada langsung yang sistem pemilihannya dilakukan oleh rakyat, ujar Mahfud, para cukong banyak yang menabur benih bersama para kontestan pilkada.
Mahfud tak mengatakan para calon yang dibiayai para cukong ini juga ada di Pilkada Serentak 2020 yang telah memulai masa tahapan.
Mahfud hanya mengatakan, kerjasama antara cakada dengan para cukong ini sudah pasti terjadi.
Hubungan timbal balik ini biasanya berupa kebijakan yang diberikan para cakada yang telah resmi terpilih kepada para cukong tersebut.
Apa yang terjadi kemudian, tutur Mahfud, dampak kerja sama dengan para cukong ini lebih berbahaya dari korupsi uang.
Korupsi kebijakan, tukas Mahfud, biasanya berupa lisensi penguasaan hutan, lisensi tambang, dan lisensi lainnya yang lebih merugikan masyarakat.
Pada praktiknya, lanjut Mahfud, lisensi itu diberikan lebih luas dari yang seharusnya.
Bahkan tak sedikit kepala daerah juga berinisiatif membuka izin baru bagi para cukong yang pernah membantu membiayai masa kampanye ketika pilkada sebelumnya. (Daniel)
Add comment