JAKARTA: Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengecam sikap lembek pemerintah menghadapi berbagai pelanggaran yang dilakukan PT Freeport Indonesia (PTFI).
Pemerintah dianggap tidak berdaya menghadapi PTFI meskipun melanggar UU dan peraturan lainnya.
Wakil Ketua F-PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini menyebut pemerintah seperti tidak punya martabat menyikapi kepentingan PTFI, akibatnya pemerintah tidak berani memberi sanksi apapun kepada PTFI atas pelanggaran yang dilakukan.
“Bila sikap ini terus dipertahankan maka wibawa negara akan hilang. Masak negara dipermainkan oleh badan usaha. Ini kan memalukan,” kata Mulyanto kepada para wartawan, Sabtu (30/11/2023).
Anggota Panja UU Minerba ini mencatat sejumlah pelanggaran PTFI yang diabaikan oleh pemerintah.
“Berkali-kali PTFI gagal menyelesaikan pembangunan smelter sesuai tenggat waktu yang diberikan UU Minerba. Harusnya smelter sudah terbangun pada Juni 2023, tapi gagal. Kemudian target diundur menjadi Desember 2023. Itu pun besar kemungkinan gagal lagi,” sesal Mulyanto.
“Maka praktis nasib tragis UU No. 3/2020 ini serupa dengan UU No. 4/2009 tentang Minerba, yakni dimandulkan oleh Freeport. Dengan demikian ketentuan larangan ekspor konsentrat tembaga dilanggar berkali-kali dan amanat UU dilecehkan oleh badan usaha ini,” sambung Mulyanto.
Di saat yang yang sama, lanjut Mulyanto, Freeport berusaha memperpanjang izin operasi produksi tambangnya dengan menabrak PP No. 96 tahun 2021 tentang Pertambangan Minerba.
“Padahal izin tambang tersebut baru akan habis pada tahun 2041. Masih 18 tahun lagi,” terang Mulyanto.
Berdasarkan norma dalam PP tersebut, ungkap Mulyanto, perpanjangan izin baru boleh diajukan paling cepat 5 tahun sebelum masa izin berakhir.
“Ini kan luar biasa. Sementara itu kita baru saja dikejutkan dengan laporan BPK, di mana pemerintah lalai dalam mengawasi dan memungut denda sebesar Rp7,7 triliun, karena keterlambatan PTFI memenuhi target pembangunan smelter,” imbuh Anggota Baleg DPR RI ini.
Belum selesai itu semua, tambah Legislator asal Dapil Banten 3 itu, hari ini Indonesia dibuat geleng-geleng kepala, karena Freeport coba-coba negosiasi dan lari dari kewajiban pembayaran tarif bea keluar sebesar 10% pada ekspor konsentrat tembaga mulai Januari 2024, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023.
“Ini semua makin menunjukkan lemahnya pemerintah di hadapan badan usaha. Untuk apa juga kita membuat regulasi, bahkan setingkat UU, kalau ujung-ujungnya dapat dimandulkan oleh badan usaha, seperti Freeport ini,” tandas Mulyanto. (Daniel)



Add comment