INDONESIANEWS.TV – JAKARTA: Kejaksaan Agung (Kejakgung) kembali melakukan bersih-bersih di dalam instansinya pasca tertangkapnya buronan kelas kakap kasus cessie Bank Bali Djoko S. Tjandra minggu lalu.
Kali ini Jaksa Agung (Jakgung) ST Burhanuddin mencopot Jaksa Muda Intelijen (Jamintel) Kejakgung Jan S. Maringka. Diduga pencopotan ini sendiri lantaran Jan Maringka dianggap lalai terkait red notice Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki.
Posisi Jamintel sendiri, akan diemban Jaksa Utama Madya Sunarta yang sebelumnya menjabat Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum).
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi III DPR RI Wihadi Wiyanto mengapresiasi langkah Kejakgung itu sebagai upaya melakukan pembersihan di dalam tubuh Kejakgung yang sempat tercoreng oleh ulah beberapa oknum jaksa nakal dalam kasus Djoko Tjandra.
“Segala sesuatu yang dilakukan Jaksa Agung (Jakgung) terkait skandal Djoko Tjandra yang berkaitan dengan yang terjadi di kejaksaan saya kira Komisi III DPR RI mengapresiasi hal itu sebagai langkah yang cepat dan transparan,” kata Wihadi kepada Jakartanews.id melalui sambungan telepon, Rabu (5/8/2020).
Menurut Wihadi, hal tersebut membuktikan, Jakgung memiliki niat untuk benar-benar membuktikan Kejakgung tidak main-main dalam upaya menuntaskan kasus Djoko Tjandra ini.
“Hal itu dibuktikan Jakgung dengan berani memberikan sanksi kepada pejabat-pejabat yang dianggap terlibat atau pun juga dianggap tahu tapi mendiamkan, atau juga tidak tanggap terhadap masalah itu,” tegas politisi Partai Gerindra ini.
Promosi Jabatan Suami Jaksa Pinangki
Mengenai promosi jabatan suami Jaksa Pinangki AKBP Yogi Yusuf Napitupulu oleh Kapolri sebagai Kasubbagsis Bagjiansis Rojianstra Slog Polri, Wihadi mengaku, dirinya tidak mempermasalahkan hal tersebut.
“Kita harus bedakan mengenai masalah jabatan suami dan istri. Kalau memang suaminya tidak terlibat dan memiliki prestasi di Polri dan tidak tahu apa yang dilakukan.
Wihadi menilai, baik Jaksa Pinangki maupun suaminya memiliki profesi dan secara profesional tidak ada suatu kaitan,
“Karena kita tidak melihat ada suatu benang merah melalui suaminya dan segala macam,” ujarnya.
Tentunya, lanjut Wihadi Kapolri Jenderal Idham Azis lebih memahami mengenai hal ini, dan pasti ada hal-hal yang telah dipertimbangkan Kapolri sebelum mempromosikan AKBP Yogi Yusuf.
“Tidak bisa dengan serta merta kita katakan kalau istrinya terlibat makan suaminya juga terlibat, kita profesional saja. Saya kira Kapolri paham mengenai hal itu,” tuturnya.
Prihatin Terhadap Kemenkumham
Wihadi sendiri prihatin dan menyesalkan sikap Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly yang hingga kini tidak memberikan sanksi apapun terhadap jajarannya yang diduga terlibat kasus Djoko Tjandra.
“Saya sesalkan dalam hal ini Menkumham yang tidak transparan dalam menindak jajarannya terkait kasus Djoko Tjandra, karena hingga saat ini tidak pernah kita melihat adanya pejabat dan aparat imigrasi yang ditindak, dihukum, atau pun dicopot dari jabatannya,” terangnya.
Bahkan, ungkap Wihadi, Kepala Kantor Imigran (Kakanim) Jakarta Utara (Jakut) yang menerbitkan paspor untuk Djoko Tjandra itu dipromosikan menjadi Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur.
“Dan lucunya yang menggantikannya sebagai Kakanim saat ini adalah pejabat yang menerima surat dari NCB mengenai sudah tidak adanya red notice bagi Djoko Tjandra dari Mabes Polri,” bebernya.
Lebih lanjut, Wihadi pun mempertanyakan, ada apa ini dengan Kemenkumham.
“Artinya Menkumham sama sekali tidak tanggap dan tidak peka dalam masalah ini,” ucapnya.
Oleh karenanya, Wihadi berjanji, Komisi III DPR RI akan mempertanyakan hal ini kepada Menkumham pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Gabungan antara Mabes Polri, Kejakgung, dan Kemenkumham setelah masa reses berakhir.
“Nanti semuanya kami akan minta klarifikasi kepada Menkumham mengenai hal ini pada RDP Gabungan setelah masa reses ini selesai. Ini tidak dapat dibiarkan, harus kita kejar dan ungkap semua,” pungkas legislator asal Dapil Jatim 9 ini. (Daniel)
Add comment