JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: Tiga tahun telah berlalu sejak Anies Baswedan dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober 2017.
Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (F-PSI) DPRD DKI Jakarta menilai kepemimpinan Gubernur Anies membawa berbagai kemunduran di Pemprov DKI Jakarta.
“Yang dimaksud kemunduran bisa berarti dua hal. Pertama, kemunduran yang dinilai dari kondisi saat ini dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kedua, membandingkan apa yang telah dicapai dengan potensi yang dimiliki oleh Pemprov DKI,” kata Ketua F-PSI DPRD DKI Jakarta Idris Ahmad.
Perlu diingat, lanjut Idris, jika dibandingkan provinsi lainnya, DKI Jakarta memiliki anggaran yang sangat besar dan mendapatkan dukungan luar biasa dari pemerintah pusat.
“Jangan sampai anggaran, tenaga, dan waktu terbuang sia-sia karena keliru memilih prioritas dan salah kelola birokrasi,” imbuhnya.
Adapun 10 kemunduran tersebut menurut Idris adalah:
1. Pembahasan anggaran terlambat, bahkan terkesan ditunda-tunda,
2. Transparansi anggaran buruk, pada saat perencanaan maupun realisasinya,
3. Nasib dana commitment fee Formula E Rp 560 M masih belum jelas,
4. Prioritas anggaran tidak jelas,
5. Normalisasi sungai mandek selama 3 tahun,
6. Realisasi naturalisasi sungai 0%,
7. Realisasi program DP 0 Rupiah hanya 0,26%,
8. Pembangunan Light Rail Transit (LRT) fase 2 masih 0%,
9. Mandeknya penyusunan perda-perda tata ruang, termasuk yang mengatur pulau-pulau reklamasi,
10. Kontrak Aetra dan Palyja berakhir pada 2023, namun belum ada persiapan untuk mengambil alih pengelolaan air bersih,
Berdasarkan evaluasi ini, anggota DPRD DKI Jakarta F-PSI William Aditya Sarana berharap, Gubernur Anies memperbaiki kinerjanya, yakni dengan transparansi anggaran, baik kepada DPRD maupun warga Jakarta.
“Perlu diingat, APBD adalah uang rakyat yang diamanahkan ke pemerintah. Oleh karena itu, tidak bosan-bosannya kami mengingatkan agar Gubernur Anies tidak alergi jika warga Jakarta ingin mengetahui rincian APBD sejak awal perencanaan hingga realisasi anggarannya,” ucap anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta itu.
William pun menghimbau Anies lebih cermat mengelola anggaran.
“Ada 2 kejadian yang bisa menjadi lampu kuning dalam hal pengelolaan anggaran. Pertama, kejadian input anggaran lem aibon Rp 82 miliar. Kedua, temuan BPK terhadap pengadaan robot pemadam kebakaran, yaitu Rp847 juta dan Rp1,4 miliar,” paparnya.
Selain itu, lanjut William, fraksinya juga menyorot anggaran-anggaran besar di dinas-dinas yang lain, mulai dari pengadaan teknologi informasi, tanaman, penyelenggaraan event, hingga pekerjaan konstruksi.
“Ke depan, Gubernur Anies harus lebih hati-hati dan kalau perlu sisir anggaran dinas satu-per satu,” ingat William.
William pun mendesak Anies untuk memberikan prioritas anggaran kepada kegiatan-kegiatan yang berdampak nyata bagi warga Jakarta.
“Pak Anies sepertinya lebih semangat mengurusi hal-hal yang kurang bermanfaat bagi kehidupan warga, seperti Formula E, JPO (Jembatan Penyeberangan Orang) yang instagramable, dan warna genteng rumah di sekitar fly-over Lenteng Agung,” jelasnya.
“Kami mohon Pak Anies lebih fokus mengurusi hal-hal yang penting dan mendesak, seperti peningkatan kapasitas saluran air melalui normalisasi dan/atau naturalisasi sungai, pembangunan LRT, penyediaan air bersih, dan revisi perda tata ruang,” pungkas William. (Daniel)
Add comment