INDONESIANEWS.TV – JAKARTA: Tri Rismaharini (Risma) tampaknya menjadi menteri yang banyak mendapat publikasi media dibandingkan menteri lain sejak dilantik Presiden Jokowi pada 23 Desember 2020 lalu.
Demikian disampaikan Pakar Komunikasi Politik Universitas Esa Ungguli M. Jamiluddin Ritonga kepada para awak media, Senin (11/1/2021).
Menurut Jamiluddin, publikasi itu diperolehnya dari kerja blusukan menemui gelandangan dan pengemis di Jakarta. “Risma juga mendapat publikasi dari media dengan munculnya relawan Pasukan Tri Rismaharini (Pasutri) For DKI,” kata Jamiluddin.
Jamiluddin menilai, dua peristiwa itu terkesan saling berkaitan yang kental bermuatan politis. “Karena itu, sulit untuk meniadakan aroma politis dalam aktivitas blusukan Risma di Jakarta,” ungkap Dosen Riset Kehumasan Universitas Esa Unggul ini.
Jamiluddin menyebut, hal itu sangat disayangkan mengingat kapasitas Risma sebagai Menteri Sosial (Mensos). “Kesan di masyarakat, Risma melakukan aktivitas politis yang dibungkus aroma sosial dengan menemui gelandangan dan pengemis,” tukasnya.
Kalau hanya itu yang dilakukan, jelas Jamiluddin Ritonga, maka akan timbul kesan Risma sedikit bekerja tapi banyak publikasi. “Hal ini tentu dapat mengecoh masyarakat dalam menilai Risma. Seolah-olah Risma pekerja luar biasa hanya karena melihat gencarnya publikasi,” ujar Penulis Buku Tipologi Pesan Persuasif ini.
Padahal, lanjut Jamiluddin, apa yang dilakukan Risma bukanlah pekerjaan utama seorang menteri. “Tugas utama seorang menteri menyusun kebijakan (regulasi) sesuai visi dan misi yang sudah ditetapkan,” ungkap Jamiluddin.
Selain itu, imbuh Jamiluddin, menteri harus melaksanakan kebijakan sesuai fungsi dan tugasnya serta melakukan evaluasi hasil pelaksanaan kebijakan.
Jamiluddin berpendapat, tugas utama menteri tersebut belum ada yang dilakukan Risma. “Tapi anehnya masyarakat sudah menilainya berhasil hanya karena blusukan yang gencar dipublikasikan,” tukas Dekan IISIP 1996-1999 ini.
Lebih lanjut, mantan Evaluator Harian Umum Suara Pembaruan ini menambahkan, penilaian yang tidak proporsional itu harus diingatkan. “Kalau tidak, nanti ada menteri yang dinilai berhasil padahal ia tidak melaksanakan tugas utamanya. Ini tentu menyedihkan,” tutup Jamiluddin Ritonga. (Daniel)
Add comment