INDONESIANEWS.TV -JAKARTA: Pemerintah tengah menyiapkan dua jenis vaksin penanganan virus Corona atau Covid-19. Vaksin tersebut nantinya akan diberikan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan namun tidak mampu membayar secara gratis. Sementara bagi masyarakat mampu akan dikenai biaya.
Ketua Komite Pelaksana Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Erick Tohir mengatakan, harga vaksin berbayar tersebut beragam tergantung penjual yang memasarkan. Harga vaksin mandiri ditentukan tanpa campur tangan pemerintah.
“Harga dinamika tinggi tergantung masing-masing penjual, dan yang menetapkan harga bukan saya, penjualnya,” ujar Erick di Jakarta, Kamis (3/9/2020).
Erick melanjutkan, untuk mengimbangi negara lain, Indonesia berupaya menciptakan vaksin sendiri yang harganya juga bisa bersaing dengan negara lain.
“Karena itu kenapa vaksin merah putih harus dibuat supaya jika negara lain mau beli vaksin kita juga yang tetapkan harga,” katanya.
Meskipun terdapat perbedaan harga, dia memastikan, vaksin yang diproduksi memiliki kualitas yang hampir mirip. Sebab, seluruh vaksin yang akan disuntikkan kepada pasien sudah pasti melalui uji klinis tahap III.
“Kualitas semua bagus sebab sudah melalui uji klinis tahap III jadi kalau sudah uji klinis III kualitas sama. Tapi harganya beda-beda bukan kita yang menentukan yang buat,” paparnya.
Menteri BUMN tersebut menambahkan, harga vaksin bervariasi mungkin disebabkan oleh biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam proses produksi. Selain itu, kapasitas produksi yanh terbatas juga turut mempengaruhi.
“Mungkin cara menemukannya lebih mahal, kapasitas produksi lebih sedikit kan macam macam dinamikanya. Karena itu Vaksin Merah Putih harus dilakuka, harga vaksin sekarang dinamika, dan apakah tadi yang dinamakan vaksin jadi bantuan pemerintah, pemerintah menghitung vaksin. Yang digratiskan vaksin yang harganya paling murah ya engga juga. Negara dipastikan hadir untuk rakyat,” tandasnya.
Butuh Rp75 Triliun
Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef),Aryo Irhamna menyebutkan, pemerintah membutuhkan anggaran paling sedikit Rp75 triliun untuk pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi pada tahun depan.
Angka tersebut didapatkan Aryo dengan menggunakan harga perkiraan vaksin Sinovac yang pernah disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir, yakni 30 dolar AS atau sekitar Rp 400 ribu per orang.
Apabila ingin menggunakan standar World Health Organization (WHO) yang menganjurkan vaksinasi diberikan kepada 70 persen penduduk, maka setidaknya 170 juta orang Indonesia harus mendapatkannya.
“Sehingga, total anggaran yang dibutuhkan Rp 75 triliun,” tutur Aryo.
Aryo mengatakan, jumlah tersebut masih kasar dan bersifat paling rendah karena belum memasukkan biaya logistik, tenaga medis dan komponen-komponen lain yang dibutuhkan.
Sedangkan, Aryo menyebutkan, pemerintah baru memasukkan anggaran kesehatan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 25 triliun. Menurutnya, total pagu yang ditetapkan itu masih sangat kurang untuk pengadaan vaksin yang menjadi prioritas Presiden Joko Widodo.
Catatan lain yang diberikan Aryo adalah besaran anggaran terlampau besar untuk sektoral kementerian/ lembaga. Dalam program PEN yang tertulis di Rancangan APBN 2021, pemerintah menganggarkan Rp 136,7 triliun untuk pos tersebut, atau lima kali lebih besar dibandingkan anggaran kesehatan.
Salah satu program yang disoroti Aryo yakni dukungan pariwisata. “Saya highlight karena menurut saya, tidak tepat ketika pandemi, pemerintah justru alokasikan cukup besar (untuk dukungan pariwisata dan sektoral K/L dan pemda),” ujarnya.
Pemerintah kembali melanjutkan kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada tahun depan dengan anggaran sekitar RP 356,5 triliun. Nominal terbesar ditujukan untuk pos sektoral kementerian/ lembaga (K/L) dan pemerintah daerah, yakni Rp 136,7 triliun atau sekitar 38 persen dari total anggaran. (yok)
Add comment