JAKARTA – Politikus Partai Golkar Wanda Hamidah menyatakan mundur dari partai beringin. Keputusan itu disampaikan saat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah membahas revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).
“I’m out from Golkar. I don’t wanna be in a wrong side of history. I love my country too much (Saya mundur dari Golkar. Saya tidak mau berada di sisi sejarah yang salah. Saya terlalu cinta dengan negara saya),” tulis Wanda dalam keterangan unggahan akun Instagram @wanda_hamidah, Rabu (21/8/2024).
Komisi II DPR Rapat Bareng KPU Bahas PKPU Ubah Aturan Pilkada 2024 Sabtu 24 Agustus
Dalam unggahannya tersebut, dia mem-posting gambar yang menampilkan lambang garuda Pancasila. Gambar berlatar belakang biru tersebut menampilkan tulisan ‘PERINGATAN DARURAT’.
“INDONESIA IS NOT FOR SALE (Indonesia tidak dijual). Panjang umur perlawanan!” tulis dia.
Diketahui, MK memutuskan ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen dari perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik hasil Pileg DPRD, atau 20 persen kursi DPRD. Ketentuan itu tertuang dalam putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Selasa (20/8/2024).
MK juga membuat klaster pencalonan kepala daerah berdasarkan persentase jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT). Sebagai contoh, untuk provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai dengan 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut.
Di tempat berbeda, Puluhan pakar Hukum Tata Negara (HTN) yang tergabung dalam Constitutional Administrasi Law Society (CALS) melawan pembangkangan Konstitusi Presiden Joko Widodo dan partai pendukung yang mendelegitimasi Pemilahan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Para pakar HTN itu adalah Aan Eko Widiarto,
Alviani Sabillah, Auliya Khasanofa, Beni Kurnia Illahi, Bivitri Susanti, Charles Simabura, Denny Indrayana, Dhia Al-Uyun,
Fadli Ramadhanil, Feri Amsari, Herdiansyah Hamzah, Herlambang P. Wiratraman, Hesti Armiwulan, dan Idul Rishan.
Serta, Iwan Satriawan, Mirza Satria Buana, Muchamad Ali Safa’at, Muhammad Nur Ramadhan,
Pery Rehendra Sucipta, Richo Andi Wibowo, Susi Dwi Harijanti, Taufik Firmanto, Titi Anggraini, Violla Reininda, Warkhatun Najidah, Yance Arizona, dan Zainal Arifin Mochtar.
Salah satu juru bicara CALS Bivitri Susanti menegaskan, Presiden Joko Widodo dan Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM+) ditengarai
hendak menghalalkan segala cara untuk mempertajam hegemoni kekuasaan koalisi
gemuk dan gurita dinasti politik dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun
2024 (Pilkada 2024).
“Dengan mengabaikan dua Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru terkait ambang batas partai politik untuk mengusung calon kepala daerah dan penghitungan syarat usia calon kepala daerah dalam Undang-Undang tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada),”tandas Bivitri, dalam keterangan rilisnya,Rabu (21/08/2024).
Menurut Pakar Hukum Tata Negara itu, ada upaya pengabaian ini dilakukan untuk mengakali Pilkada 2024 agar di sejumlah daerah, terutama Daerah Khusus Jakarta, dapat didominasi KIM+ tanpa kandidat kompetitor yang riil, dan memuluskan jalan putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep untuk mencalonkan sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah meskipun belum memenuhi
syarat usia pencalonan kepala daerah.
“Pengabaian tersebut akan dijalani oleh Presiden dan DPR dengan merevisi sejumlah ketentuan UU Pilkada dalam waktu singkat dan serampangan guna menganulir garis-garis batas konstitusional yang diterbitkan MK, yang direncanakan pada hari Rabu, 21 Agustus 2024,”ujar Bivitri. (Ralian)
Add comment