INDONESIANEWS – JAKARTA: Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Polisi Awi Setiyono menegaskan kalau screen shot yang menyebut terjadi pembobolan Sistem Informasi Personel Polri (SIPP) yang tersebar di media sosial beda dengan sistem terkini. Maka dipastikan sekali lagi apa yang tersebar di media sosial adalah tidak benar alias hoax
“Hal tersebut merupakan hoax yang tidak terbukti. Polri sudah memastikan tidak ada pembobolan data SIPP karena variabel tangkapan layar yang beredar tidak sama dengan SIPP yang digunakan SSDM Polri saat ini,” kata dia di Kantor DivHumas Polri, Selasa 16 Juni 2020.
Dia menyebut Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri masih mengusut kasus ini. Polisi hendak mencari tahu maksud dan motif pelaku menyebar hoax terkait hal ini.
“Sampai dengan saat ini Dittipidsiber Bareskrim Polri masih melakukan pendalaman
dan penyelidikan terhadap pelaku serta motif dari penyebar hoax database SIPP
anggota Polri tersebut,” katanya lagi.
Sebelumnya diberitakan, pengguna media sosial Twitter dihebohkan dengan kabar peretasan terhadap data dari anggota Polri yang bertugas di Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri. Hal ini diketahui dari posting-an akun @secgron. Dia menulis bahwa data Polri telah diretas dan Korps Bhayangkara harus segera berbenah.
“Halo @DivHumas_Polri saatnya berbenah. Seseorang mengklaim sudah berhasil membobol data seluruh anggota Polri. Orang ini kemudian dengan mudahnya bisa mengakses, mencari dan mengganti data anggota Polri tersebut. Contohnya ini, baru mutasi ke Densus 88 eh datanya udah bocor,” cuit akun tersebut, Senin, 15 Juni 2020.
Dilihat dari postingan itu, terdapat sebuah tangkapan layar yang memuat gambar seorang anggota Polri yang bertugas di Polda Kalimantan Barat. Anggota itu disebut telah dimutasi dan bertugas di Densus 88 Antiteror Polri. Dari tangkapan layar itu juga terlihat jelas foto, nama, pangkat, hingga riwayat jabatan anggota Polri tersebut.
Bahkan, diinformasikan bahwa akses ke aplikasi untuk mengakses dan mengganti data tersebut dijual seharga USD 1.200 atau setara dengan Rp 17 juta. Sementara untuk informasi bug pada aplikasi tersebut dijual seharga USD 2.000 atau setara Rp 28,5 juta. (Nugroho)
Add comment